Part 1 (pikiran)
Hampir fajar, aku masih terjaga, dongeng tentang sang putri yang tertidur setelah memakan apel dari sang penyihir tak lagi membuatku terlena, cerita anak tiri meninggalkan sepatu kaca disuatu pesta tak juga berguna, aku bosan, dengan plot yang selalu sama, putri teraniaya, kemudian bertemu pangeran gagah baik hatinya, lalu bahagia hingga tua. Sungguh jika feminis benar-benar peka, seharusnya mereka tersindir dengan semua dongeng menjelang tidur yang selalu mengeksploitasi wanita, kita dicekoki hal itu setiap malam menjelang tidur setiap harinya. Tak adakah cerita tentang petani-lelaki yang mencoba hidup sejahtera tapi keburu mati tertabrak kereta atau pemuda miskin yang melakukan segala cara mendekati sang ratu yang janda demi harta dan kuasa tapi dicerai karena tak kunjung bisa memberi benih untuk pewaris tahta??!
Part 2 (jiwa)
Belum juga terpejam, bukan lagi tentang dongeng penghantar tidur yang aku pikirkan, otakku bekerja lebih keras pagi ini, semacam mengkonversi bentuk jalan yang baru. Entahlah karena acapkali saya limbung jika harus menapaki kembali perjalanan ini. Lintasan berliku panjang dan kaca pandang penuh paradoks ditambah banyaknya rambu-rambu bias, yakin saja bahwa semua tetap tak bisa mengandalkan pengalaman berpuluh tahun menjadi pengendara lintas, apalagi hanya bermodal surat ijin mengemudi hasil menyisipkan beberapa lembar uang dalam tumpukan berkas. Sebetulnya sederhana, bahwa seperti semua bentuk perjalanan, pada akhirnya tujuanlah yang menjadi sebuah pencapaian, hanya tentang dimana dan kapan. Tapi apakah memaknai setiap langkah dalam sebuah perjalanan bukan lagi bentuk idealisme?
Part 3 (raga)
Pagi ini aku kembali terjaga, tiba-tiba saja aku menjadi pedagang manekin, urusan boneka-model-pajang ini ternyata rumit juga. Meski manekin berbadan langsing nan panjang semacam yoona SNSD tipe kesukaanku, nyatanya tetap harus punya persediaan yang bertubuh padat berisi seperti kebanyakan fantasi suami kepada sang istri. Kekagumanku pada sosok dengan permukaan gelap layaknya salma hayek atau halle berry juga diimbangi dengan boneka berkulit khas ras aria dengan rambut pirang-kalau bisa bermata biru kesukaan kebanyakan orang dari negriku. Sungguh perihal manekin ini ternyata tak pernah sesederhana apa yang sebelumnya aku kira, seleraku harus berhadapan dengan kemauan pasar pada umumnya, hasil cuci otak iklan produk kosmetik bahwa cantik itu harus berkulit putih halus persis hasil blasteran jawa-belanda.
Part 4 (ingatan)
Badanku panas, tangan bergetar, gigi gemeretak tak terkontrol, aku menulis ini dalam rasa payah yang hebat. Ingatan-ingatan tentang kegagalanku belakangan kembali menyeruak memenuhi otak, aku terhimpit, sesak. Sambil menulis sesekali ku buka gallery di telpon genggam, ku geser layarnya terus-menerus, penuh dengan foto gadis berkerudung santun bertahi lalat, tersenyum menghadapku. “aku yang akan meredakan demammu, menenangkan tubuhmu dan menghangatkan hatimu”, begitu lamat-lamat dia berucap. Jangan tertawa atau mengira aku mengidap schizophrenia, sudah berulang kali aku kunci-buka lagi telponku, tapi tetap saja dia selalu mengulangi apa yang baru saja dia lakukan, persis seperti iklan pendek di tv. Ini aneh!
Part 5 (selesai)
Ada hamparan luas awan putih, berangkai seperti kembang gula kapas, melayang aku diatasnya, awan itu kugamit sesekali kucicipi, hambar, melempem, persis seperti ribuan cerita yang mendadak janggal hanya karena berbeda waktu, begitulah semesta mengajaibkan tidur kataku. Cemas, bimbang, pilu hingga bahagia ternyata mengering bersama air liur kita, berangsur samar hingga tersisa goresan kecil, ternyata terjaga justru membuat kita tak bisa menjaga, sistem tak bisa direset semudah memutar pena di lubang kaset, meski ada banyak tulisan menjelaskan tidur, entah banyak organ diistirahatkan, jiwa yang diselaraskan atau apa saja para ahli itu menjabarkan. Nyatanya hanya untuk berapa kali kita lupa, meminta perlindungan ketika hendak menutup mata atau berterima kasih kembali saat terbangun dipagi harinya.
Empat bagian pertama tulisan ini aku buat empat tahun lalu, sebuah peristiwa membuat semua cara bagiku untuk tidur mendadak begitu rumit, lalu bagian kelimanya ditulis tahun ini (2020), tiba-tiba membayangkan apa yang empat tahun lalu aku alami sedikit menggelitik, apapun namanya, ternyata begitu cara waktu memperbaikiku, dari Tuhan, kemudian selesai.
<nara-niri>